Menjamin Kesetaraan Gender Serta Memberdayakan Seluruh Wanita Dan Perempuan

0
2138

Jargon “Kesetaraan Gender” sering digemakan oleh para aktivis sosial, kaum perempuan hingga para politikus Indonesia. Kesadaran kaum perempuan akan kesetaraan gender semakin meningkat seraya mereka terus menuntut hak yang sama dengan laki-laki.

Kesetaraan gender merupakan salah satu hak asasi kita sebagai manusia. Hak untuk hidup secara terhormat, bebas dari rasa ketakutan dan bebas menentukan pilihan hidup tidak hanya diperuntukan bagi para laki-laki, perempuan pun mempunyai hak yang sama pada hakikatnya. Sayangnya sampai saat ini, perempuan seringkali dianggap lemah dan hanya menjadi sosok pelengkap.  Terlebih lagi adanya pola berpikir bahwa peran perempuan hanya sebatas bekerja di dapur, sumur, mengurus keluarga dan anak, sehingga pada akhirnya hal di luar itu menjadi tidak penting.

Sosok perempuan yang berprestasi dan bisa menyeimbangkan antara keluarga dan karir menjadi sangat langka ditemukan. Perempuan seringkali takut untuk berkarir karena tuntutan perannya sebagai ibu rumah tangga.

Data yang ada di Provinsi Sulawesi Barat menunjukkan bahwa perempuan secara konsisten berada pada posisi yang lebih dirugikan daripada laki-laki. Berikut adalah isu-isu utama/ sejumlah contoh kesenjangan gender di sector kesehatan yang masih perlu diatasi terutama dalam upaya menurunkan angka kematian ibu dan bayi yang sampai saat ini “sangat sulit” untuk mencapainya khususnya di provinsi Sulawesi Barat :

1. Pola Pernikahan yang merugikan Pihak Perempuan

Pernikahan dini adalah suatu hal yang lazim di Indonesia, khususnya di daerah pedesaan. Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa 2004 memperkirakan 13% dari perempuan Indonesia menikah di umur 15 – 19 tahun.

Dalam hukum Islam, laki-laki memang diperbolehkan memperistri lebih dari satu orang. Akan tetapi, dalam Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974 menyatakan bahwa izin untuk memiliki banyak istri dapat diberikan jika seseorang dapat memberikan bukti bahwa istri pertamanya tidak dapat melaksanakan tanggung jawabnya sebagai istri. Pegawai Negeri Sipil (PNS) Indonesia pun dilarang mempraktekkan poligami.

Hukum perkawinan di Indonesia menganggap pria sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah keluarga. Sedangkan, tugas-tugas rumah tangga termasuk membesarkan anak umumnya dilakukan oleh perempuan.

Pernikahan dini merupakan salah satu penyumbang kantong kematian ibu di Indonesia khususnya di provinsi Sulawesi barat. Kehamilan pada usia yang sangat muda merupakan salah satu faktor resiko terjadinya komplikasi persalinan yang berujung pada meningkatnya resiko kematian pada ibu hamil.

2. Pola Pengambilan Keputusan

Di Indonesia pola yang terbangun dalam pengambilan keputusan khususnya Dalam Rumah Tangga lebih berat kepada kaum Adam, tak terkecuali di provinisi Sulawesi barat. Ketika di sebuah rumah ada ibu yang sedang hamil maka keputusan dimana ibu akan melahirkan, siapa yang akan menolong persalinannya, smua diputuskan oleh Ayah sang cabang bayi.

Hal ini menjadi salah satu faktor terlambatnya sang ibu mendapatkan pertolongan dari petugas kesehatan berkompeten ketika mengalami komplikasi atau penyulit persalinan.

3. Kesenjangan gender di tempat kerja

Di Indonesia khususnya di Ibukota Jakarta hampir seluruh tempat kerja telah memiliki ruang pojok ASI bahkan untuk mengirimkan asi perahan kepada buah hati di rumah, sudah ada Jasa Antar Jemput ASIP. Tetapi hal ini tidak dirasakan di provinsi Sulawesi barat.

Di provinsi Sulawesi barat hanya satu ruangan pojok ASI yang ada yaitu di Perkantoran Gubernur Provinsi Sulawesi Barat. Sehingga para ibu pekerja khususnya PNS merasa sulit dalam memerah ASI di kantor dikarenakan tidak ada ruangan khusus sehingga para ibu tidak dapat secara maksimal memberikan ASI kepada buah hati mereka.

Aturan pemerintah yang hanya memperbolehkan 3 bulan cuti melahirkan merupakan salah satu faktor yang menyulitkan para pekerja wanita untuk memberikan ASI dan kasih sayang maksimal pada penerus bangsa ini.

Untuk meningkatkan kesadaran perempuan akan isu kesetaraan gender ini dan mengedukasi pekerja perempuan mengenai hak-haknya sebagai pekerja perempuan, program kampanye Labour Rights For Women  yang ditujukan bagi pekerja perempuan muda tidak ada henti-hentinya menyuarakan dan mengedukasi perempuan. Lewat event dan pelatihan Labour Rights For Women yang bertema “Gender Equality”, perempuan diharapkan dapat lebih terpacu untuk membela hak mereka dalam kesempatan kerja/karir, hak maternal dan keseimbangan antara keluarga dan karir.

Kesetaraan gender tidak harus dipandang sebagai hak dan kewajiban yang sama persis tanpa pertimbangan selanjutnya. Malu rasanya apabila perempuan berteriak mengenai isu kesetaraan gender apabila kita artikan segala sesuatunya harus mutlak sama dengan laki-laki. Karena pada dasarnya, perempuan tentunya tidak akan siap jika harus menanggung beban berat yang biasa ditanggung oleh laki-laki. Atau sebaliknya laki-laki pun tidak akan bisa menyelesaikan semua tugas rutin rumah tangga yang biasa dikerjakan perempuan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here